Senin, 08 Oktober 2012

Perjalanan mudik

Lebaran tahun ini aku pulang ke Bengkulu. Seminggu menjelang lebaran, aku pulang menuju kota Bengkulu melalui jalur darat, tentunya secara estafet. Dari Palembang menuju Lubuk Linggau, naek kereta api dengan harga tiket yang belum kena tuslah masih Rp 15.000,- Kereta api berangkat sekitar pukul 09.30 pagi. Ternyata dugaanku keliru, kupikir suasana kereta api menjelang puncak mudik akan berdesak-desakan tapi ini normal seperti hari-hari biasanya. Selama dikereta api sempat kuabadikan dalam kamera video. Sekitar 7-8,5 jam perjalanan, akhirnya sampai di Lubuk Linggau. Rencana aku ingin melanjutkan perjalanan menggunakan bus ekonomi IMI, jurusan Jambi - Bengkulu. Ternyata jadwal jam 7 malam, bus itu telah lewat. Ada yang pukul 11 malam, dengan sabar aku akan menunggu. Tapi ada seorang supir travel menawakan untuk bareng bersama dia. Dengan alasan aku ingin santai, tidak ingin terlalu buru-buru dan ia menyanggupi. Akhirnya kuterima tawaran itu. Tapi apa lacur, dalam perjalanan supir itu melaju kencang kecepatan mobilnya tanpa memperdulikan permintaanku diawal. Alhasil tanpa tidur perjalanan itu ditempuh dalam waktu 3 jam dari Lubuk Linggau - Bengkulu.

Dikerok ibu
10 hari aku berada di Kota Bengkulu, tanah kelahiranku. Beberapa hari puasa dan 3 hari lebaran di Kota Bengkulu.
Rabu Pagi, kami sekeluarga berangkat menggunakan mobil pribadi menuju Kota Palembang. Sepanjang perjalanan kuhabiskan waktu dengan bercanda bersama keluarga, serta merekam beberapa kejadian. Agak lama dari jadwal, 11-12 jam kami sampai di Kota Palembang sekitar jam 10. Selama dalam perjalanan aku mengalami sakit radang tenggorakan, dan ternyata masuk angin juga kualami. Mumpung ibuku masih di Palembang, aku meminta beliau untuk mengerokku. Sungguh rasanya begitu berbeda jika dikerok oleh orang yang kita sayangi, terutama ibu.



Video perjalananku selama di kereta api "Kanan Jendela"

Minggu, 12 Desember 2010

Belitong IN Move

Kamis, 2 Desember 2010 - Palembang
Belitung, menjadi destination dalam tripku kali ini. Awal langkah, kumulai dari kosanku menuju Stasiun Kertapati menggunakan sepeda motor milik seorang teman, maksudnya diantar olehnya. Jam menunjukkan pukul 19.30 WIB, aku tiba di stasiun. Sambil menunggu kereta berangkat, kami berbincang sejenak membahas suasana yang ada di stasiun, objek-objek menarik untuk difoto. Waktu berlalu dan temanku akhirnya pulang. Akhirnya akupun sendiri dalam kereta api, menghabiskan waktu dengan membaca novel “Heretic” karya Sarah Singleton, sambil menunggu keberangkatan kereta. Kereta akhirnya berangkat pukul 21.00 WIB menuju Stasiun Tanjung Karang, Bandar Lampung. Sepanjang perjalanan kuhabiskan waktu dengan tidur dan sesekali sambil membaca novel disaat kereta berhenti disalah satu stasiun dalam waktu yang cukup lama. Seharusnya kereta sudah sampai di Stasiun Tanjung Karang sekitar pukul 06.00 WIB, tapi ternyata kereta terlambat 3 jam lebih. Sekitar pukul 09.30 WIB, kereta akhirnya tiba di Stasiun Tanjung Karang. Tanpa basa basi lagi, aku segera melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Bakauheni. Sebenarnya dari Stasiun Tanjung Karang, perjalanan bisa dilanjutkan dengan naik travel atau bus Damri. Tapi, berhubung ingin mencari alternatif biaya yang murah. Aku ingin naik bus ekonomi non ac dari terminal Rajabasa. Berlagak sok tau jalan, aku langsung tanya pada seorang supir angkot, “terminal..? tanyaku. Dengan maksud Terminal Rajabasa. Tapi, sekitar 45 menit perjalanan ternyata terminal yang dimaksud oleh supir itu ternyata terminal terakhir. Ternyata aku malah nyasar. Untunglah sang supir berbaik hati untuk membantuku mencari angkot yang kearah Terminal Rajabasa. Dan untungnya lagi, dari perjalanan nyasarku itu, aku jadi bisa keliling kota Lampung, dan tahu dimana Universitas Lampung itu berada, dan gak sengaja bertemu dengan teman sekolahku dulu walau hanya dari angkot, hehe.. Perjalanan menuju Terminal Rajabasa ternyata tidak sejauh yang dikira. Dari terminal Rajabasa, aku menaiki bus ekonomi non ac menuju pelabuhan Bakauheni. Perjalanan menuju Bakauheni terpaksa terhenti di Lampung Selatan, sekitar 5-7 km dari pelabuhan dikarenakan jalan longsor yang membuat jalan sulit dilalui kendaraan besar. Aku pun turun dari bus dan naik ojek menuju pelabuhan. Wuih, 17 jam perjalanan dari Palembang menuju Pelabuhan Bakauheni.
Dari pelabuhan Bakauheni, aku menyebrang Selat Sunda dengan Kapal Ferry. Cuaca lumayan bagus, jadi tidak ada kendala dalam perjalan menuju Pelabuhan Merak. 2,5 jam di ombang-ambing diatas lautan akhirnya sampai juga di pelabuhan Merak. Masih dengan niat mencari biaya murah, aku naik bus ekonomi non ac menuju Terminal Kalideres. Dasar yang namanya Ekonomi, non ac lagi, otomatis seluruh bau keringat penumpang, bau kendaraan, asap rokok bercampur baur. Hueks.. Tapi, karena aku sudah terbiasa dengan suasana seperti itu, ya cuek aja. hehe... 3,5 jam perjalanan menuju terminal Kalideres dilalui dengan banyak berhenti di Kota Serang, Baliraja, dan … (lupa hehe..). Jam 22.00 WIB akhirnya tiba di terminal Kalideres. Bingung, setelah sampai disini mau kemana, kuhubungi aja teman-temanku yang ada di Jakarta, untungnya mereka baik hati semua mau memberikanku tumpangan. Sekitar setengah jam menunggu, temanku akhirnya datang menjemputku. Malam ini, aku beristirahat dirumah saudara temanku di Tangerang. Aku kira perjalanan dari Kalideres menuju tempat tinggal dia tidak jauh, ternyata hampir 45 menit perjalanan menuju kesana melewati kawasan Industri, dan kawasan “gang dolly” nya Tangerang. Hehe..
Keesokan paginya, dari Tangerang aku berangkat menuju Bandara Soetta ( Soekarno Hatta) atau yang lebih dikenal dengan kawasan Cengkareng. Jujur saja, baru kali ini aku mengitari kawasan Cengkareng, “wuih luas juga.., kirain cuma bandara aja..!” ( dasar ngatrok) hahaha.. Biasanya sih selama ini, di bandara cuma transit penerbangan jadi gak pernah tahu gimana kawasan sekitar bandara.
Weeee.. akhirnya ketemu juga dengan teman-teman IBP. Mba Husnul, Mba Lina, Mba Afni, Mba Julie, Mba Cita, Yogga, Heri, dan ketemu teman-teman baru Dewi, Mba Ade, Mba Nita, Bang Togi, Mba Mifta, Mba Melda. Sekitar 1 jam perjalanan menuju Bandara …. Sesampainya disana kita telah ditunggu oleh pak … dan mas yang menjadi guide travel kita selama di Belitung. Oh ya, sebelum kita kesana, beberapa dari kami telah menghubungi pihak travel di Belitung untuk disewa selama disana. Eh, sewaktu bertemu, pak .. membawa tulisan “Oki and friends”, padahal di rombongan kita gak ada yang namanya Oki. Tapi, kesalahpahaman kecil ini langsung dapet diatasi oleh teman-teman. Tanpa buang waktu lagi, hari itu kami langsung menuju tujuan pertama yaitu, Belitung Utara – Pantai Tanjung Tinggi. Sampai disana, kami beristirahat sejenak sambil menyantap makanan mewah diawal perjalanan, 4 ekor ikan yang lumayan berukuran gede dibakar dan dibumbu kecap, di sandingkan dengan sayur kangkung dan genjer. Wuih makan siang kami terasa nikmat. Awal menginjakkan pantai, suasana amis begitu terasa di hidung kami, tapi itu tidak membuat perut kami yang kelaparan menjadi hilang selera makan. Acara makan selesai, kami pun melanjutkan sedikit perjalanan menuju Pantai Tanjung Tinggi. Nah, disini lah lokasi syuting film Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi dibuat. Bebatuan yang berukuran besar, yang bertumpuk disana-sini membuat suasana pantai begitu menarik dan luar biasa indahnya. Seolah-olah batu-batu itu sengaja disusun membentuk suatu kesatuan bebatuan yang kokoh. Tapi, sayang tangan jahil manusia tidak pernah lepas, dibeberapa tempat batu telah dicorat-coret. Sungguh pemandangan yang disayangkan. Suasana potret langsung terjadi diantara teman-teman. Perjalanan dilanjutkan menuju Tanjung Binga, disini terlihat suasana perkampungan nelayan begitu terasa. Begitu kami menuju dermaga kecil, anak-anak nelayan Belitung langsung mendekati kami. Ada cerita lucu mengenai anak-anak nelayan. Sewaktu saya mengobrol dengan salah satu anak. Saya bertanya,” kamu masih sekolah?”, “ enggak lagi mas”, saya langsung kaget. “kok, gak sekolah? Kenapa?”. Dengan enteng dia menjawab, “ udah pulang sekolah mas, jadi gak sekolah lagi”.. GUBRAK..Busset dah saya dikadalin. Wahahaha… Selama di Tanjung Binga, saya dan teman-teman berharap dapat momen sunset disini. Ternyata sunset hanya sebentar. Ya sudah,akhirnya malah foto-foto bersama anak-anak nelayan.
Suasana gelap, malam menyelimuti Kota Tanjung Pandan yang akan kami tuju. Mampir ke Tanjung Outlet untuk membeli kaos dan setelah itu hunting penginapan di Tanjung Pandan.
Keesokan paginya, sebagian teman termasuk saya jalan pagi ke Pantai Tanjung Pendam, yang Cuma berjarak 800meter dari penginapan. Angin kencang pagi itu menyelimuti kota Tanjung Pandan, sebelum balik ke penginapan kami menyempatkan diri sarapan dan minum kopi. Tapi, setelah itu juga mampir sejenak ke Pelabuhan Tanjung Pandan. Dan ternyata, disana teman-teman ketemu dengan mobil biru PN Timah yang digunakan dalam film. Dan katanya lagi, mobil itu satu-satunya yang ada didunia, kata yang punya mobil. Dan mobil itu sekarang sudah menjadi kendaraan travel dari Manggar menuju Pelabuhan Tanjung Pandan. Eh, selama di pelabuhan ternyata ada teman kita yang kebingungan cari ”tempat menabung”. Hehe.. Jalan kaki balik menuju penginapan, ternyata banyak melewati tempat bersejarah di Tanjung Pandan, Klenteng Hok tek che, Rumah Kapiten,
Pagi ini, perjalanan kami dilanjutkan menuju Manggar, Belitung Timur. Tapi, sebelumnya sarapan dulu di Mie Atep. Mie Atep cukup terkenal di Tanjung Pandan, terbukti dari foto publik figur yang terpampang di dinding. Ada Bunda Dorce, Cut Mini dan Mira Lesmana. 1,5 jam perjalanan menuju Manggar, kami melewati Wihara Dewi Kwang In, Pantai Burung Mandi. Di Wihara Dewi Kwang In, saya mencoba Ciam Si disana dan mendapat kalimat “ … “.
Akhirnya sampai juga di Manggar, di Manggar, kami ke daerah Bukit Samak, wah beruntungnya saya disini akhirnya mendapatkan akar bahar yang selama ini saya inginkan, dan Mba Lina mendapatkan Batu Satam. Ternyata baru tahu, disini lah tanah kelahiran Yusril Ihza Mahendra, melihat rumah pribadi beliau, wuih megah nya. Karena Manggar terkenal dengan kopinya, kami tidak melewatkan untuk minum kopi di Manggar. Disini ada komplek dimana setiap ruko itu merupakan warung kopi. Dan setiap ruko itu pasti selalu ramai dengan warga yang minum kopi, tapi sayangnya waktu itu kami datang pada hari Minggu, jadi hampir semua ruko tutup pada hari libur. Jadi tidak bisa menyaksikan betapa ramainya suasana minum kopi di Manggar. Tapi, kami cukup puas sudah dapat merasakan minum kopi di Manggar sambil mengangkat satu kaki diatas kopi. Serasa, jadi warga Belitung. Hehe.. Lanjut ke Gantong, melihat replika SD Muhammadiyah Gantong /SD Laskar Pelangi. Disini ada 2 SD replika, SD Muhammadiyah Gantong merupakan versi Pemda, dan SD Laskar Pelangi merupakan versi Andre Hirata, Sang Penulis Novel Laskar Pelangi. SD PN Timah yang sekarang berubah jadi SD… , Jembatan Lingga, Kantor PN Timah, Wihara “ling-ling”, Bendungan Pice. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan malam. Kami pun bergegas menuju penginapan/cottage di Tanjung Kelayang – Belitung Utara. Tak terasa mobil yang dikendarai mencapai kecepatan 120km/jam. Perjalanan ngebut dari Manggar menuju Tanjung Pandan yang berjarak sekitar 52km, hanya ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam. Mampir lagi ke Tanjung Outlet, kirain pada mau beli baju. Eh ternyata pada mau numpang wc semua. Hahaha… perjalanan dilanjutkan ke Tanjung Kelayang. Disini kita sebelumnya sudah booking untuk 3 cottage, tapi ternyata yang ada 2 cottage, disini teman berpura-pura protes padahal “Alhamdulillah…” hahaha…
Pagi hari, berharap dapat sunrise di Tanjung Kelayang ternyata langit pagi itu tak bersahabat baik. Mungkin karena belum kenalan kali ya hahaha… Dengan menyewa 1 kapal, kami pun sailing trip. Pulau pertama, Pulau Lengkuas, pasir putih, pantai yang jernih, bebatuan besar, dan mercusuar dengan ketinggian 65 meter menambah pesona pulau pertama yang kami tuju. Berhubung senang memanjat, saya pun mencoba menjajali bebatuan besar yang ada disekitar pulau sambil berfoto ria bersama Yogga, mba Husnul dan mba Lina. Pulau kedua yang kami tuju, yaitu Pulau Burung,ada sebongkah batu besar menyerupai kepala burung disini. Pulau berikutnya menuju Pulau Babi, disini teman-teman melakukan snorkeling. Tapi sayang saya waktu itu lagi dalam keadaan pusing, jadi tidak bisa mengetahui apa saja yang terjadi selama snorkeling. Selanjutnya, Pulau Pasir, nah disini lah teman-teman mulai mengekspresikan dirinya masing-masing. Pulau pasir berukuran 4x4 meter membuat pulau itu serasa menjadi milik pribadi. Duh, sedihnya tidak bisa ikut dalam kegembiraan teman disini. Hipotermia hampir menyerang ku waktu itu. Cuaca mendung, hujan, dan keadaan tidak enak badan, membuatku hanya menikmati kegembiraan bersama teman-teman dari atas kapal. Walaupun begitu saya cukup puas melihat tawa canda teman-teman yang begitu wah walau cuaca mendung. Dan yang terakhir, Batu Ratu Garuda yang menjadi ikon Belitung ini menjadi tujuan terakhir Sailing Trip kali ini. Malam terakhir di Belitung, dihabiskan beberapa teman dengan main kartu, dan ada yang jalan-jalan disekitar pantai.
Keesokan paginya, temen-temen masih berusaha mencari sunrise di Belitung. Namun, sunrise tak didapatkan malah pemandangan kapal tenggelam jadi ajang foto-foto. Cuaca pagi itu sungguh bagus, tapi pagi itu kami sudah harus ke bandara untuk balik ke Jakarta. Sebelum ke bandara, kami semua menyempatkan diri foto keluarga disana, 14 orang . Pergi ke bandara sungguh tak biasa jika rombongan diantar ke bandara menggunakan mobil pick up, tapi pagi itu menggunakan jasa transport ke bandara. Tak lupa suasana foto-foto masih terjadi diatas mbil pick up.
2 penerbangan dalam hari itu. Dari Belitung menuju Jakarta. Pulang ke Palembang dengan penerbangan Sriwijaya Air yang ditunda sampai 2x. Pukul 21.30 WIb pesawat berangkat dari Jakarta menuju Palembang. Sampai di Palembang, cuaca hujan menyambut kepulanganku ke kota pempek. Bandara hampir tutup, cuaca hujan, tak ada yang menjemput, naik ojek harga nya benar-benar memanfaatkan situasi. Akhirnya, jalan kaki 3km menuju kosan dengan menenteng carrier ditengah malam, sambil diguyur hujan rintik-rintik. Pukul 00.30 WIB akhirnya tiba juga dikosan.
Perjalanan yang mengasyikkan..

Minggu, 21 Februari 2010

Back to Bengkulu

Palembang. Kamis, 24 Desember 2009, 05.50 WIB

Pagi itu aku terbangun dari tidurku yang lelap dengan perasaan setengah sadar serta terkejut. "HAH..?!", dengan terkejut mencoba mencari HP milikku. Kulihat waktu menunjukkan pukul 05.50 WIB. Kubuka mataku lebar-lebar, mencoba menyadarkanku dari rasa kantukku yang teramat sangat. segera saja aku berlari menuju kamar mandi, kubuka pintu dan berlari menuruni anak tangga kosan satu demi satu. Sesampainya di kamar mandi, aku sadar, handuk, belum kuambil. "Oh, Ya Allah..handuk ketinggalan diatas". Aku pun berlari menaiki anak tangga dan menuju keluar balkon untuk mengambil handuk (persisnya bukan handuk ku sih, pinjem punya temen hehehe). Turun kembali menuju kamar mandi,eh inget lagi belum Shalat Subuh. segera saja, tanpa mengulur-ulur waktu, ambil wudhu, Shalat Subuh dulu deh. Selesai shalat, aku pun segera langsung mandi. Pagi itu, aku tak perlu waktu lama untuk mandi, selesai mandi aku pun segera ke lantai atas untuk mengenakan pakaianku dan membangunkan salah seorang teman kosan untuk mengantarku ke Stasiun.

Pakaian telah terpakai, rambut sudah disisir hehe, tas udah siap, jerigen udah siap. Kenapa ada jerigen?kebetulan teman saya minta tolong untuk dibawakan pulang kerumahnya (untung saja bukan jerigen yang berisi air, hanya jerigen kosong. "Fiuuh..!"). Sekarang tinggal berangkat meninggalkan kosan menuju Stasiun Kertapati.

06.30 WIB

Sesampainya disana, bukan main terkejutnya diriku. Inilah yang ingin kuhindari, mengantri berada dibelakang puluhan orang yang ingin mudik juga. "HUH..!". Sebenarnya sih, gak masalah sih buatku mengantri tapi yang kutakutkan tidak dapat tiket duduk nya itu. Bayangkan jika kita harus tegak berdiri diantara desakan orang didalam gerbong selama 8-9 jam. Tanpa lama-lama berdiri memperhatikan banyaknya orang yang mengantri untuk mendapat tiket kereta api. Aku pun segera menembus kerumunan orang untuk mengambil antrian tepat di loket keberangkatan menuju Kota Lubuk Linggau. kutaruh jerigen didekat dinding dan menuju barisan antrian. Dan ternyata, yang kutakutkan akhirnya terjadi pada diriku. Penjaga loket menaruh sebuah kertas, didepan kaca yang bertuliskan "Tiket duduk habis".

("Astagfirullahaladzim...!") aku ngucap dalam hati..."Ya arraaaaaa...."
"Ya udahlah, mau gimana lagi sekali-kali mencoba merasakan tegak berdiri didalam gerbong selama 8-9 jam menuju Lubuk Linggau. Kali aja dapat pengalaman baru." Pikirku.

Tak berapa lama kemudian, aku pun mendapat tiket juga akhirnya. Yah, walaupun tiket berdiri aku pun sudah bersyukur. Salah aku juga sih, gara-gara bergadang sampai malem main internet hehehe. Kuambil jerigen yang kuletakkan didekat dinding dan berjalan menuju peron kereta api. Sempat bingung, karena lupa kereta api yang mana ya yang menuju Lubuk Linggau. Karena rasa malas untuk bertanya, aku sih sok tahu tegak berdiri dekat salah satu gerbong kereta api. Tapi, setelah lama berdiri aku kok merasa ada yang ganjil ya. Akhirnya, aku pun nanya dengan salah seorang pemudik.
"Mas, ini kereta api ke Lubuk Linggau kan?" tanyaku.
"oh bukan, ini mau ke Lampung!" jawabnya.
Oh syukurlah, untung saja aku belum masuk ke dalam kereta tersebut. Untuk lebih memastikan, aku pun bertanya kepada salah seorang petugas kereta api yang kebetulan lewat.
"Maaf pak, kereta api yang ke Linggau, yang mana ya?"
"Belum datang dek, itu di jalur 11 kereta api nya"
" Oh gitu ya pak, makasih ya pak!"
Aku pun berjalan menuju dekat jalur 11 yang dimaksud oleh petugas. Lama ku menunggu, gerbong belum juga datang. akhirnya aku pun mencari tempat duduk untuk istirahat sejenak. Beberapa menit kemudian, kereta yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Tapi, aku tak seperti penumpang lainnya untuk segera masuk ke dalam gerbong dan menaruh barang-barangnya kedalam. Karena, aku hanya dapat tiket tegak. jadi, aku hanya menunggu kereta api siap berangkat dan segera menuju masuk ke dalam gerbong.

09.30 WIB

Kereta api keberangkatan Stasiun Kertapati menuju Lubuk Linggau akhirnya siap berangkat. Aku pun segera berlari menuju salah satu gerbong. Setelah berada didalam, aku pun tidak terkejut lagi melihat kerumunan orang berdiri tegak berada disampingku. Malah ada 2 orang ibu-ibu dengan anaknya tepat berada depan pintu gerbong, tentunya pintu itu telah ditutup dan dikunci terlebih dahulu agar tidak mengancam kesalamatan jiwa mereka. Mereka tak mendapat tiket duduk seperti yang kualami, mereka duduk dilantai beralaskan koran bekas. Barang-barang mereka yang ditumpukkan disudut pintu menjadi bantal untuk kepala anak-anak mereka bersandar. Mereka sendiri duduk dekat dinding sambil menjaga posisi anak-anak mereka tidak mengganggu jalan. Aku sendiri tegak berdiri tepat didepan pintu WC. Di sekitarku telah berdiri para penumpang yang juga tidak mendapatkan tiket duduk. Dua orang remaja perempuan duduk didepan dan disampingku. Empat orang remaja pria, tegak berdiri dekat pintu gerbong, serta salah seorang pria berdiri didepanku menutup pintu WC. 8-9 jam bukan waktu yang sebentar dalam sebuah perjalanan, cukup untuk membuat kakimu kram. hahahahaha. Dalam kondisi yang sempit, berada tegak depan WC dan diantara sambungan gerbong, ditemani para penumpang yang bersempit-sempitan di sambungan gerbong membuatku semakin tertarik menjalani perjalanan ini. Karena ini menjadi pengalaman baru selama berada di atas kereta api.

Waktu demi waktu terus terlewati, tak terasa hampir sudah satu jam perjalanan dan kereta api selalu berhenti di setiap stasiun besar dan kecil yang dilewati. Belasan orang hilir mudik melewati diriku yang tegak diantara sambungan gerbong. Ada yang diantara mereka hanya sekedar lewat menghilangkan rasa kebosanan selama diatas kereta api. Ada yang ingin buang air kecil dan memasuki WC yang berada tepat didepanku berdiri. Ada juga para penjual asongan yang terlihar mondar-menawari dagangannya. Penjual minuman, makanan ringan, nasi, pempek.

Hari itu, aku berniat untuk puasa. Maksudnya sih,