Minggu, 21 Februari 2010

Back to Bengkulu

Palembang. Kamis, 24 Desember 2009, 05.50 WIB

Pagi itu aku terbangun dari tidurku yang lelap dengan perasaan setengah sadar serta terkejut. "HAH..?!", dengan terkejut mencoba mencari HP milikku. Kulihat waktu menunjukkan pukul 05.50 WIB. Kubuka mataku lebar-lebar, mencoba menyadarkanku dari rasa kantukku yang teramat sangat. segera saja aku berlari menuju kamar mandi, kubuka pintu dan berlari menuruni anak tangga kosan satu demi satu. Sesampainya di kamar mandi, aku sadar, handuk, belum kuambil. "Oh, Ya Allah..handuk ketinggalan diatas". Aku pun berlari menaiki anak tangga dan menuju keluar balkon untuk mengambil handuk (persisnya bukan handuk ku sih, pinjem punya temen hehehe). Turun kembali menuju kamar mandi,eh inget lagi belum Shalat Subuh. segera saja, tanpa mengulur-ulur waktu, ambil wudhu, Shalat Subuh dulu deh. Selesai shalat, aku pun segera langsung mandi. Pagi itu, aku tak perlu waktu lama untuk mandi, selesai mandi aku pun segera ke lantai atas untuk mengenakan pakaianku dan membangunkan salah seorang teman kosan untuk mengantarku ke Stasiun.

Pakaian telah terpakai, rambut sudah disisir hehe, tas udah siap, jerigen udah siap. Kenapa ada jerigen?kebetulan teman saya minta tolong untuk dibawakan pulang kerumahnya (untung saja bukan jerigen yang berisi air, hanya jerigen kosong. "Fiuuh..!"). Sekarang tinggal berangkat meninggalkan kosan menuju Stasiun Kertapati.

06.30 WIB

Sesampainya disana, bukan main terkejutnya diriku. Inilah yang ingin kuhindari, mengantri berada dibelakang puluhan orang yang ingin mudik juga. "HUH..!". Sebenarnya sih, gak masalah sih buatku mengantri tapi yang kutakutkan tidak dapat tiket duduk nya itu. Bayangkan jika kita harus tegak berdiri diantara desakan orang didalam gerbong selama 8-9 jam. Tanpa lama-lama berdiri memperhatikan banyaknya orang yang mengantri untuk mendapat tiket kereta api. Aku pun segera menembus kerumunan orang untuk mengambil antrian tepat di loket keberangkatan menuju Kota Lubuk Linggau. kutaruh jerigen didekat dinding dan menuju barisan antrian. Dan ternyata, yang kutakutkan akhirnya terjadi pada diriku. Penjaga loket menaruh sebuah kertas, didepan kaca yang bertuliskan "Tiket duduk habis".

("Astagfirullahaladzim...!") aku ngucap dalam hati..."Ya arraaaaaa...."
"Ya udahlah, mau gimana lagi sekali-kali mencoba merasakan tegak berdiri didalam gerbong selama 8-9 jam menuju Lubuk Linggau. Kali aja dapat pengalaman baru." Pikirku.

Tak berapa lama kemudian, aku pun mendapat tiket juga akhirnya. Yah, walaupun tiket berdiri aku pun sudah bersyukur. Salah aku juga sih, gara-gara bergadang sampai malem main internet hehehe. Kuambil jerigen yang kuletakkan didekat dinding dan berjalan menuju peron kereta api. Sempat bingung, karena lupa kereta api yang mana ya yang menuju Lubuk Linggau. Karena rasa malas untuk bertanya, aku sih sok tahu tegak berdiri dekat salah satu gerbong kereta api. Tapi, setelah lama berdiri aku kok merasa ada yang ganjil ya. Akhirnya, aku pun nanya dengan salah seorang pemudik.
"Mas, ini kereta api ke Lubuk Linggau kan?" tanyaku.
"oh bukan, ini mau ke Lampung!" jawabnya.
Oh syukurlah, untung saja aku belum masuk ke dalam kereta tersebut. Untuk lebih memastikan, aku pun bertanya kepada salah seorang petugas kereta api yang kebetulan lewat.
"Maaf pak, kereta api yang ke Linggau, yang mana ya?"
"Belum datang dek, itu di jalur 11 kereta api nya"
" Oh gitu ya pak, makasih ya pak!"
Aku pun berjalan menuju dekat jalur 11 yang dimaksud oleh petugas. Lama ku menunggu, gerbong belum juga datang. akhirnya aku pun mencari tempat duduk untuk istirahat sejenak. Beberapa menit kemudian, kereta yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Tapi, aku tak seperti penumpang lainnya untuk segera masuk ke dalam gerbong dan menaruh barang-barangnya kedalam. Karena, aku hanya dapat tiket tegak. jadi, aku hanya menunggu kereta api siap berangkat dan segera menuju masuk ke dalam gerbong.

09.30 WIB

Kereta api keberangkatan Stasiun Kertapati menuju Lubuk Linggau akhirnya siap berangkat. Aku pun segera berlari menuju salah satu gerbong. Setelah berada didalam, aku pun tidak terkejut lagi melihat kerumunan orang berdiri tegak berada disampingku. Malah ada 2 orang ibu-ibu dengan anaknya tepat berada depan pintu gerbong, tentunya pintu itu telah ditutup dan dikunci terlebih dahulu agar tidak mengancam kesalamatan jiwa mereka. Mereka tak mendapat tiket duduk seperti yang kualami, mereka duduk dilantai beralaskan koran bekas. Barang-barang mereka yang ditumpukkan disudut pintu menjadi bantal untuk kepala anak-anak mereka bersandar. Mereka sendiri duduk dekat dinding sambil menjaga posisi anak-anak mereka tidak mengganggu jalan. Aku sendiri tegak berdiri tepat didepan pintu WC. Di sekitarku telah berdiri para penumpang yang juga tidak mendapatkan tiket duduk. Dua orang remaja perempuan duduk didepan dan disampingku. Empat orang remaja pria, tegak berdiri dekat pintu gerbong, serta salah seorang pria berdiri didepanku menutup pintu WC. 8-9 jam bukan waktu yang sebentar dalam sebuah perjalanan, cukup untuk membuat kakimu kram. hahahahaha. Dalam kondisi yang sempit, berada tegak depan WC dan diantara sambungan gerbong, ditemani para penumpang yang bersempit-sempitan di sambungan gerbong membuatku semakin tertarik menjalani perjalanan ini. Karena ini menjadi pengalaman baru selama berada di atas kereta api.

Waktu demi waktu terus terlewati, tak terasa hampir sudah satu jam perjalanan dan kereta api selalu berhenti di setiap stasiun besar dan kecil yang dilewati. Belasan orang hilir mudik melewati diriku yang tegak diantara sambungan gerbong. Ada yang diantara mereka hanya sekedar lewat menghilangkan rasa kebosanan selama diatas kereta api. Ada yang ingin buang air kecil dan memasuki WC yang berada tepat didepanku berdiri. Ada juga para penjual asongan yang terlihar mondar-menawari dagangannya. Penjual minuman, makanan ringan, nasi, pempek.

Hari itu, aku berniat untuk puasa. Maksudnya sih,